Cuma Blog Sederhana

Hanya seorang anak biasa

Selasa, 08 November 2016

TRADISI PUNGLI

TRADISI ‘’PUNGLI’’

Beberapa waktu lalu tepatnya pada bulan Oktober terjadi opersai tangkap tangan yang langsung dihadir oleh Presiden Joko Widodo di Kementerian Perhubungan. Sontak berita ini menjadi viral dikarenakan Presiden sempat mendatangi operasi ini. Memang akhir ini pemerintah cukup getol dalam mensosialisasiakan tentang pemberantasan pungli, terutama di lingkungan pemerintahan yang sedang beliau pimpin. Apakah benar budaya yang sudah mendarah daging ini benar-benar bisa dihapus dan lenyap dari bumi Nusantara ini ?

PUNGLI ??

Pungli merupakan sebuah istilah yang sudah tak asing lagi di telinga kita dewasa ini. Menurut situs
ensiklopedia bebas di internet, pungli atau pungutan liar mempunyai arti  adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut. Kebanyakan pungli dipungut oleh pejabat atau aparat, walaupun pungli termasuk ilegal dan digolongkan sebagai KKN, tetapi kenyataannya hal ini jamak terjadi di Indonesia. Secara sederhana pungli adalah biaya ”pelicin” bagi orang orang tertentu yang mempunyai kepentingan. Mungkin arti tersebut hampir beda beda tipis dengan istilah gratifikasi yang lebih keren. Atau dalam istilah yang lebih halus sering disebut “sogokan”.
Sebenarnya langkah pemerintah di awal pembahasan ini untuk menghapus tindakan pungutan liar perlu diapresiasi. Tindakan ini adalah sebagai wujud langkah nyata pemerintah dalam penciptaan pemerintahan yang bersih.
Namun  yang perlu digaris bawahi adalah apakah benar praktek pungli bisa benar benar hilang dari bumi Nusantara ini ? Jika kita menelisik lebih jauh apasih penyebab pungli bisa terjadi ?

PENYEBAB

Praktek pungli sendiri sebenarnya lahir dari rahim sistem yang memang menuntut para aparat hingga masyarakat melakukan tidakan tersebut. Sebagai contoh para anggota dewan kita yang sudah menjadi rahasia umum, mereka sering melakukan hal semacam itu, namun dalam skala yang cukup besar atau sering disebut dengan istilah yang berbeda yaitu KKN. Mereka para anggota dewan melakukan hal tersebut bukannya tanpa alasan, mereka melakukan hal tersebut sebagai cara untuk “balik modal’’. Hal tersebut dikarenakan biaya politik di Indonesia yang amat mahal. Sejak sebelum pencalonan saja mereka sudah dikenakan biaya yang cukup mahal, dan setelah itu harus ada biaya kampanye yang nilainya cukup membuat kita geleng kepala. Jadi secara alamiah mereka justru bekerja untuk mengumpulkan uang sebanyak banyaknya.
Penyebab lainnya yaitu para aparat menginginkan pengahasilan tambahan bagi diri sendiri. Hal tersebut terjadi bisa jadi karena kesejahteraan yang kurang, atau ada hal lain seperti memenuhi gaya hidup mereka sendiri untuk bersenang senang.
Hal-hal diatas diperparah lagi dengan adanya pemakluman dari pihak masyarakat yang menganggap jika urusan mereka ingin lancar harus memberi sejumlah fee tertentu. Jadi lengkap sudah tradisi ini menjadi tradisi yang tidak lagi tabu untuk dilakukan, karena dari pihak masyarakat dan aparat sama sama melakukannya.

SO.....

Menurut saya pribadi tradisi ini tak akan pernah hilang apabila sistem seperti ini dipertahankan, dimana biaya politik amat mahal dan perilaku korup terus menerus dipelihara, maka dari itu diperlukan sebuah pembaruan yang secara mendasar dapat merubah pandangan masyarakat secara menyeluruh.


*tulisan ini memang mungkin kurang bisa berdampak luas dan hanya sebatas opini pribadi, namun setidaknya berkontribusi bagi perubahan bagi masyarakat, AMINN


0 komentar:

Posting Komentar